Bisnis, Denpasar - BPJS Kesehatan menggandeng National Health Insurance Service Korea Selatan‎ untuk belajar tentang kesinambungan finansial guna meningkatkan kualitas layanan.

National Health Insurance Service (NHIS) merupakan lembaga pengelola jaminan sosial kesehatan di Korea Selatan.

Menurut Direktur Hukum Komunikasi dan HAL Bayu Wahyudi, aspek perbedaan di Korsel dengan Indonesia adalah gaji yang dikenai iuran tidak dibatasi, sedangkan di Indonesia gaji tertinggi dihitung senilai Rp 8 juta.

Bayu memaparkan di negara tersebut, gaji seseorang dihitung berdasarkan gaji harta benda, tax dan berapa harus bayar sehingga seperti gotong royong. Adapun tarif iuran dari warga tidak mampu nilainya berbeda dengan yang mampu sehingga yang mampu bantu yang tidak mampu dan yang sehat membantu yang sakit.

"Di Korsel, implementasi baik dan mental situasi bagus. Kita mungkin bisa bertahap, tidak bisa langsung adopt aple to apple karena culture mereka teratur. Kita bertahaplah ke arah sana," jelasnya usai penandatanganan di Sanur, Denpasar, Bali, Rabu, 22 Februari 2017.

‎Menurut dia, NHIS yang selama 40 tahun jatuh bangun dalam melayani masyarakat bisa dijadikan bahan pelajaran berharga bagi pengelola BPJS Kesehatan. Diharapkan ilmu dari negeri gingseng tersebut bisa menjadi formula tepat bagi BPJS Kesehatan melayani masyarakat. Namun, Bayu belum bersedia mengungkapkan mismatch pada 2016.

Sebelumnya, di gedung DPR Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris memperkirakan mismatch pada tahun ini dapat mencapai Rp6,23 triliun, dan diprediksi pada 2019 mencapai Rp 12,7 triliun. ‎Bayu menegaskan kerjasama ini [NHIS] diharapkan membantu BPJS Kesehatan memberikan pelayanan yang lebih baik, sehingga target kepesertaan 201 juta pada tahun ini terealisasi,  tahun lalu sekitar 174 juta.

Fachmi Idris menyatakan ruang lingkup nota kesepahaman tersebut meliputi berbagi keahlian, informasi dan pengalaman di bidang asuransi sosial kesehatan; menyelenggarakan seminar bersama, konferensi, workshop, dan pertemuan tingkat profesional lainnya.

Selain itu, melaksanakan penelitian bersama, konsultasi, dan publikasi di bidang jaminan sosial; memfasilitas kunjungan timbal balik dan pertukaran pejabat, ahli, peneliti dan tenaga profesional lainnya. Termasuk terkait pendidikan dan pelatihan bagi para ahli dalam bidang asuransi sosial; serta kerja sama dalam bentuk lainnya yang disepakati bersama.

"Ini pertama kalinya BPJS Kesehatan bekerja sama dengan badan pengelola jaminan kesehatan sosial dari negara lain," tuturnya.

Bayu mengatakan‎, ada sejumlah persamaan antara BPJS Kesehatan dan NHIS. Misalnya, sesuai dengan amanah undang-undang, peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) bukan hanya penduduk Indonesia saja. Melainkan juga mencakup warga negara asing (WNA) yang tinggal di Indonesia paling singkat enam bulan. Di Korea Selatan, NHIS juga menjamin biaya pelayanan kesehatan bagi WNA serta memberikan manfaat asuransi yang setara dengan warga Korea Selatan.

Persamaan lainnya, NHIS berupaya mengedepankan upaya promotif preventif bagi pesertanya melalui pemeriksaan kesehatan untuk mencegah penyakit seperti hipertensi dan diabetes. Hal serupa juga telah dilakukan BPJS Kesehatan melalui skrining riwayat kesehatan untuk menekan jumlah penderita diabetes melitus, hipertensi, ginjal kronik, dan jantung koroner.

Bahkan, baru-baru ini, BPJS Kesehatan meluncurkan menu Mobile Screening pada aplikasi BPJS Kesehatan Mobile yang memudahkan peserta JKN-KIS mengecek potensi risiko kesehatannya tanpa harus mengunjungi fasilitas kesehatan dan mengisi formulir secara manual.

NHIS juga menyediakan layanan kesehatan berupa deteksi dini kanker serviks, kanker payudara, kanker usus besar, kanker perut, dan kanker hati. Saat ini, BPJS Kesehatan juga memiliki layanan deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan IVA/Papsmear dan kanker payudara melalui pemeriksaan Clinical Breast Examination (CBE) di fasilitas kesehatan yang bermitra dengan BPJS Kesehatan.

"Ke depannya, kami berharap kerja sama ini dapat membuka dan memperluas akses kerja sama dengan negara-negara lain yang memiliki komitmen serupa untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduknya," paparnya.

Sebagai informasi, berdasarkan data dari Population Data CIA World Fact Book (2016) dan Carrin G. and James C. (2005), Korea Selatan membutuhkan waktu 26 tahun untuk meng-cover 97,2% total penduduknya. Sementara itu, hanya dalam waktu tiga tahun, program JKN-KIS  telah meng-cover hampir 70% total penduduk Indonesia.

BISNIS.COM