Metro, Depok -  Ketua Komite Hukum Jamaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Fitria Sumarni menyatakan penyegelan Masjid Al Hidayah di Jalan Raya Muhtar RT3 RW7 Kelurahan Sawangan Baru Kecamatan Sawangan, Kamis kemarin tidak memiliki dasar hukum. "Ibadah merupakan hak warga negara yang tidak boleh dikurangi. Bahkan, oleh negara sekali pun," kata Fitria, Jumat, 24 Februari 2017. "Kami sedang bicarakan di internal untuk menempuh jalur hukum."

Fitria menuturkan JAI Depok akan tetap melaksanakan ibadah karena kebebasan beragama dijamin oleh Undang-undang. Apalagi penyegelan yang dilakukan sejak 2011 tersebut tidak mempunyai dasar hukum yang benar. "Kami akan tetap melaksanakan ibadah seperti salat dan mengaji. Ahmadiyah adalah Islam," ujarnya. "Ini sudah penyegelan yang keenam."

Menurutnya, semestinya pemerintah bisa melindungi kebebasan beragama warganya, sekali pun berbeda paham. Bahkan, menurutnya, penyegelan yang dilakukan Pemerintah Depok, telah menyalahi aturan.

Alasannya, kata dia, di Surat Keputusan Bersama nomor 3 tahun 2008 dan nomor 199 tahun 2008, tidak ada pernyataan tertulis yang menyebutkan bahwa ibadah dilarang. "Masjid tidak boleh disegel. Sebab, tempat ibadah," ucapnya.

Ia telah memberikan surat kepada kepolisian untuk melindungi kebebasan beragama JAI Depok. Total, kata dia, ada 400 pengikut Ahmadiyah di Depok. Sementara yang aktif untuk salat Jumat di Masjid Al Hidayah mencapai 100 orang. "Kami apresiasi kinerja kepolisian yang telah memberikan perlindungan hukum," ucapnya. "Semoga tidak ada pengosongan masjid dan intimidasi."

Juru Bicara JAI Vendra Budiana mengungkapkan Masjid Al-Hidayah berdiri sejak tahun 1999. Masjid tersebut terbuka untuk umum dan telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan sebagai tempat jbadah dan rumah tinggal sejak tahun 2007.

Bahkan, komunitas Ahmadiyah selama ini terlibat aktif dalam kegiatan sosial masyarakat Sawangan dan aktif bersilaturahmi dengan para tokoh dan ulama di Sawangan. "Kami tidak pernah melanggar hukum apapun."

Menurutnya, di dalam SKB Tiga Menteri tahun 2008 tentang Ahmadiyah, itu tidak tertulis larangan melakukan ibadah dan kegiatan. Sehingga penutupan paksa masjid oleh pihak Pemkot Depok yang berdasarkan pada SKB tersebut, tidak berdasarkan aturan yang benar.

Tindakan penutupan paksa oleh Pihak Pemkot Depok juga tidak berdasar keputusan pengadilan. Jadi, penutupan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang sah.

Selain itu, kata Vendra, masalah agama adalah otoritas pemerintah pusat bukan pemerintah daerah, sesuai undang-undang otonomi daerah. JAI menyayangkan sikap Pemkot Depok yang bersikap diskriminatif dan tidak melaksanakan keewajibannya untuk melindungi warganya melaksanakan ibadah. "Hak berserikat dan berkumpul dijamin oleh negara melalui undang-undang dasar," ujarnya.

JAI meminta ketegasan Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk memastikan Pemkot Depok Tidak menghalangi hak beribadah dan berkumpul komunitas Ahmadiyah sesuai keyakinannya. Termasuk Masjid Al-Hidayah yang dikelalola JAl Depok.

Pengasuh Pondok Pesantren Syaid Yusuf Depok Sya'roni N.A. mengatakan warga Sawangan menolak kegiatan JAI di masjid mereka yang ada di kawasan itu. Menurutnya, JAI Depok tidak mematuhi aturan pemerintah yang telah melarang kegiatan mereka dan menyegel masjid mereka. "Masjid tersebut sudah disegel sejak 2011. Sampai sekarang sudah enam kali disegel, tapi tetap mengadakan kegiatan keagamaan di sana," ucapnya.

Ia mengatakan Ahmadiyah telah dinyatakan sesat oleh MUI karena menganggap Nabi Muhamad bukan nabi yang terakhir. Ditambah, mereka mempunyai kitab suci sendiri bernama Tadzkirah, selain Al Quran. "Mereka dinyatakan sesat," ucapnya.

Ia meminta JAI tidak menggunakan masjid tersebut untuk beribadah kembali. Soalnya, setelah disegel Kamis kemarin, jamah Ahmadiyah masih menggunakan masjid tersebut untuk salat Jumat. "Tadi ada tujuh orang yang salat di sana. Padahal, sudah disegel," ucapnya.

Menurutnya, warga Sawangan telah mengultimatum JAI agar tidak beraktivitas di masjid itu lagi. Bahkan, warga Sawangan telah membubuhkan tanda tangan penolakan JAI, dalam spanduk yang rencananya akan dipasang di masjid tersebut. "Kalau mereka masih melakukan kegiatan, jangan salahkan kalau masyarakat menghancurkan."

Kepala Satpol PP Kota Depok Nina Suzana mengatakan penyegelan tersebut telah sesuai prosedur. Memang, kata dia, penyegelan tersebut tidak perlu melalui putusan pengadilan karena telah dinyatakan larangannya di SKB tiga menteri sampai Peraturan Wali Kota.  "Pemerintah telah menyegel kembali. Kami harap tidak ada aktivitas lagi di sana," ujarnya.

Adapun dasar Pemerintah Depok melakukan penyegelan masjid tersebut berdasarkan Surat Keputusan Bersama nomor 3 tahun 2008 dan nomor 199 tahun 2008, Peraturan Gubernur nomor 12 tahun 2011 tentang larangan kegiatan jamaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat, Peraturan Daerah Depok nomor 9 tahun 2004 tentang pejabat penyidik negeri sipil dan Peraturan Wali Kota Depok Nomor 9 tahun 2011 tentang larangan jemaat Ahmadiyah Indonesia di Depok.

Menurut Nina, bila JAI keberatan dengan penyegelan tersebut, mereka bisa menempuh jalur hukum. "Keberatan silahkan ke pengadilan," ucapnya. "Segel itu larangan kegiatan dan aktivitas JAI."

Kepala Kepolisian Resor Kota Depok mengatakan masyarakat rencananya melakukan tablik akbar untuk menolak aktivitas JAI di Masjid Al Hidayah di Terminal Sawangan. Selain itu mereka juga berencana menduduki masjid tersebut. "Mereka ingin memasang spanduk penolakan juga. Tapi, kami cegah," ujarnya.

Polisi akan menjaga masjid tersebut untuk menghindari tindakan anarkistis pengunjuk rasa. Sejauh ini, kata dia, kegiatan JAI di masjid tersebut telah dihentikan. "Kami akan tetap melindungi siapa pun warga negara Indonesia," katanya.

IMAM HAMDI