Bisnis, Tokyo - Perusahaan manufaktur semen, tembaga, dan alumunium asal Jepang, Mitsubishi Materials Corp, menargetkan akan kembali mengoperasikan pabrik pemurnian (smelter) tembaga, PT Smelting, di Gresik, Jawa Timur pada awal Maret mendatang. Perseroan akan kembali merekrut tenaga kerja. Langkah itu setelah pada 19 Januari 2017 lalu, operasi pabrik terhenti akibat aksi mogok pegawai.

Juru Bicara Mitsubishi Materials, Hiroshi Shimizu, menyatakan smelter di Gresik, Jawa Timur memproduksi 190 ribu ton katoda tembaga pada tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2016. Perseroan menargetkan produksi sebesar 260 ribu ton katoda tembaga pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2017 ini. “Target itu tidak memperhitungkan dampak dari aksi mogok pegawai,” ujarnya seperti dilansir Reuters, Senin, 13 Februari 2017.

PT Smelting adalah pabrik pemurnian di mana 60,5 persen sahamnya dimiliki oleh Mitsubishi Materials. Sisanya sebesar 25 persen dimiliki oleh PT Freeport Indonesia, unit usaha perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc, kemudian 9,5 persen oleh Mitsubishi Corporation Unimetal Ltd, serta 5 persen oleh Nippon Mining and Metals Co, Ltd. Sebanyak 40 persen konsentrat tembaga Freeport Indonesia dipasok kepada PT Smelting tersebut.

Baca : Freeport Klaim Tak Capai Kesepakatan dengan Pemerintah

“PT Smelting sudah mengirimkan surat pemberitahuan kepada 300 pekerja akhir bulan lalu, bahwa kami sudah merekrut pegawai baru dan mulai operasi awal Maret,” ungkap Shimizu.

Untuk diketahui, pada 11 Januari 2017 lalu Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat  atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara atau biasa disingkat PP Minerba. Dengan aturan ini, Freeport diwajibkan menambah smelter dan menghentikan ekspor konsentrat sampai mendapatkan izin yang baru.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada Jumat akhir pekan lalu mengumumkan telah menerbitkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sementara bagi Freeport. Dengan begitu, Freeport bisa mendapatkan izin ekspor konsentrat. Namun di sisi lain, Freeport sendiri mengklaim tak mencapai kesepakatan dengan pemerintah.

Baca : Pemerintah Berikan PT Freeport Status IUPK

Juru Bicara Freeport, Eric Kinneberg, menyatakan akan melanjutkan negosiasi dengan pemerintah Indonesia, namun dengan catatan. Mereka bersedia untuk mengikuti regulasi soal izin usaha pertambangan yang baru hanya jika sesuai dengan kontrak karya yang saat ini mereka anut. “Kondisi ini adalah kritis bagi Freeport Indonesia yang memiliki rencana investasi jangka panjang,” ujar Kinneberg.

Pemerintah telah melarang Freeport untuk ekspor konsentrat sejak 12 Januari lalu. Namun Freeport menyatakan, larangan ini berdampak pada menurunnya produksi tambang di Grasberg, Papua, sekitar 70 juta pound tembaga per bulan. “Ekspor masih dilarang sebagai dampak dari diterbitkannya regulasi yang baru. Hingga kini belum ada kesepakatan,” ujar Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama.

Baca : Freeport Ajukan Dua Syarat Akhiri Kontrak Karya

Shimizu menambahkan PT Smelting juga menghentikan ekspor lumpur anoda (anoda slime), produk sampingan dari hasil pengolahan konsentrat tembaga karena terdampak aturan baru tersebut. Sebelumnya Mitsubishi Materials mengirimkan anoda slime ke pabrik di Jepang wilayah Barat guna kebutuhan ekstrak emas dan perak, serta menambah pendapatan bagi perusahaan.

"Kami sudah mengajukan izin ekspor kepada pemerintah Indonesia, dan kami harap untuk bisa kembali mengekspor slime ketika PT Smelting mulai beroperasi pada Maret mendatang,” ungkapnya.

REUTERS | ABDUL MALIK