Nasional, Jakarta - Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G. Plate menilai usulan hak angket untuk menyelidiki pengangkatan kembali Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak tepat. Menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemberhentian sementara hanya diberlakukan dalam ancaman pidana minimal 5 tahun penjara.

Baca juga: Fraksi Demokrat Minta Anggotanya Dukung Hak Angket Ahok

"Ahok ini hukuman maksimal. Kalau mau (dibawa) ke politik, harus ada niat baik. Kalau untuk mengacau, janganlah," kata Johnny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 13 Februari 2017.

Johnny mengimbau semua usaha pengajuan hak angket distop. Sebab, masyarakat sedang memasuki masa tenang pemilihan kepala daerah 2017. "Biarkan rakyat tenang dalam memilih pada masa tenang ini," ucapnya.

Ia pun meminta pengajuan hak angket menjadi opsi terakhir untuk menyelidiki pengangkatan Ahok. NasDem, ujar dia, akan berkonsolidasi dengan partai pendukung pemerintah dalam menggunakan hak angket ini. "Kami yakin koalisi partai pendukung pemerintah akan menolak itu," tuturnya. "DPR harus fokus melaksanakan tugas utama yang prioritas."

Hingga siang tadi, 90 anggota Dewan dari empat fraksi, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan 16 anggota, Partai Demokrat (42), Partai Amanat Nasional (10), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (22), menandatangani usul tersebut. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agus Hermanto mengatakan akan memproses usul tersebut melalui rapat pimpinan, badan musyawarah, dan rapat paripurna. "Masih dua kali masa sidang paripurna lagi," ucapnya.

Johnny pun menilai pengajuan hak angket ini adalah bagian dari usaha menghadang Ahok dalam pilkada DKI. Padahal, ujar dia, terdapat seratus daerah yang juga melaksanakan pilkada. "Ini semuanya ke Ahok lagi," tuturnya.

Politikus Partai Amanat Nasional, Yandri Susanto, mengatakan hak angket ini adalah kontrol Dewan terhadap kinerja pemerintah. Menurut dia, pihaknya akan mendengar argumen semua pihak terkait dengan pengangkatan Basuki. "Kami minta penjelasan untuk mengetahui argumen pemerintah," ucap Yandri.

ARKHELAUS W.